Assalamualaikum sahabat,
Kali ini saya akan membagikan salah satu tulisan kategori Opini ya.
Tulisan ini pernah akan saya kirimkan disalah satu Koran Harian, namun karena beberapa kendala teknis sehingga jadilah tulisan ini diterbitkan disini saja, hehe.
Just for your information, tulisan ini dibuat pada tahun 2017, dan sengaja tidak diedit karena opini ini ditulis sesuai isu yang diangkat pada saat itu, mengenai pendidikan karakter di sekolah. Dan perlu diingat juga bahwasanya ini adalah opini pribadi, tidak untuk mendukung atau menyalahkan pihak-pihak tertentu, hanya memandang dari garis besarnya saja, jika ada yang berbeda pendapat silahkan saja karena semua orang memiliki hak untuk berpendapat ^^
Pendidikan Karakter Vs Hak Bermain Anak
sumber : Dokumentasi KKN Kebangsaan 2019
Akhir-akhir ini marak diberitakan
tentang rencana penerapan penambahan jam belajar di sekolah. Menurut Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, penambahan ini merupakan bagian
dari program penguatan pendidikan karakter bagi pelajar Indonesia. Peraturan
ini pun sudah diterapkan dibeberapa daerah di Propinsi Riau seperti Kabupaten Kepulauan
Meranti yang telah menerapkan 5 hari sekolah dengan lama belajar 8 jam setiap
harinya bagi siswa Sekolah Menengah Atas.
Di satu sisi penambahan jam belajar ini
dinilai efektif untuk mencegah kemungkinan terjadinya hal negatif jika
anak-anak pulang sekolah dalam keadaan orangtua yang masih belum pulang
bekerja. Dengan begitu, anak-anak dapat lebih dikontrol dan berada lebih lama
dilingkungan yang positif. Selain itu jam belajar sekolah di Indonesia relatif
lebih singkat jika dibandingkan dengan beberapa Negara lainnya, misalnya
Jepang, Korea dan Cina yang dimulai sejak
pagi dan berakhir pada sore bahkan tak jarang ditambah hingga malam hari.
Bukankah ini menunjukkan usaha kita untuk selangkah lebih maju mengejar
ketertinggalan ??
Disisi lain, kekhawatiran akan penerapan
yang cenderung kaku dan hanya berorientasi pada kegiatan belajar mengajar
didalam kelas selama berjam-jam juga memicu pertanyaan lainnya. Bagaimana jika
anak mulai jenuh berada dikelas sepanjang hari ? Beberapa penelitian
menunjukkan rentang fokus optimal anak terhadap pelajaran yang diberikan hanya
berlangsung hingga 20-30 menit sehingga waktu yang lama pun tidak menjamin
keefektifan belajar mengajar yang dilaksanakan. Berdasarkan Konvensi Hak Anak
PBB tahun 1989, ada 10 hak anak yang harus dipenuhi orangtua, termasuk hak mendapatkan pendidikan
dan hak untuk bermain. Jika anak-anak diharuskan menghabiskan waktu sejak pagi
hingga sore harinya disekolah lalu malam hari digunakan untuk mengerjakan tugas
sekolah, kapan waktu mereka untuk bermain ? Ya, bermain bukan hanya untuk
menyalurkan keinginan anak untuk bersenang-senang, namun juga media
bersosialisasi dengan masyarakat di lingkungan sekitarnya.
Akan tetapi jika kita cermat dalam
menanggapi usulan ini, maka kita dapat menangkap maksud baik Pemerintah dengan
penambahan jam belajar sekolah. Pemerintah menginginkan lebih banyak waktu yang
dihabiskan anak-anak disekolah daripada di warnet, bermain game online hingga
tawuran dijalanan. Berbagai perilaku negatif yang dilakukan pelajar Indonesia
kebanyakan terjadi justru karena tidak adanya inisiatif melakukan kegiatan
positif disela-sela waktu luangnya. Dengan adanya penambahan jam belajar,
orangtua lebih terbantu dalam mengontrol kegiatan anak-anaknya, terutama bagi
orangtua yang bekerja diluar rumah. Terlebih, 8 jam yang dicanangkan tidak
harus dihabiskan didalam kelas melulu. Telah disinggung sebelumnya bahwasanya
usulan ini merupakan bagian dari program penguatan pendidikan karakter sehingga
fokus belajar tidak hanya berorientasi pada kegiatan akademis.
Misalnya saja untuk pendidikan Sekolah
Dasar hanya 30 % waktu belajar yang digunakan untuk peningkatan pengetahuan,
sedang 70% nya digunakan untuk penguatan karakter. Waktu yang panjang ini dapat
digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan positif sesuai kebijakan
masing-masing sekolah, seperti pelaksanaan ekstrakurikuler olahraga, kesenian,
budaya, kunjungan ketempat wisata edukasi, hingga integrasi dengan institusi
pendidikan lainnya dalam pelasanaan kegiatan agamis yang tentunya tetap dikontrol
oleh pihak sekolah. Artinya, pihak sekolahlah yang harus berusaha sekreatif
mungkin untuk menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi
siswa-siswinya, tidak monoton didalam kelas saja sehingga bersekolah menjadi
lebih menarik daripada biasanya. Jika anak sudah merasa senang saat berangkat
kesekolah, tentunya mereka akan lebih bersemangat lagi dalam menimba ilmu yang
pada dasarnya bisa dilakukan dimana saja.
Dengan adanya sekolah, lingkungan
bermain anak akan lebih terjaga. Bermain juga merupakan media pembelajaran.
Permainan yang positif dapat melatih anak dalam mengatur strategi untuk menang
hingga menanamkan nilai-nilai kejujuran dan jiwa sportifitas. Semua itu dapat
dilaksanakan dilingkungan sekolah yang notabene nya sebagai lembaga pendidikan.
Sekolah dapat melaksanakan berbagai kegiatan menarik yang dapat diikuti
siswa-siswinya, misalnya saja melaksanakan berbagai pertandingan baik dibidang
pelajaran maupun permainan rakyat pada tanggal 23 Juli yang diperingati setiap
tahunnya sebagai Hari Anak Nasional.
Menjadi fasilitator generasi muda untuk
meningkatkan kualitas diri, jiwa kreatifitas dan keberanian berinovasi
merupakan peran sekolah dalam upaya mencetak generasi bangsa yang gemilang. Tidak
ada salahnya penambahan jam belajar disekolah namun harus diikuti upaya seluruh
pihak dalam menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi anak untuk belajar. Membangun
karakter generasi muda yang semangat dan senang dalam menuntut ilmu sejatinya
adalah upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, dan ini
bukan hanya menjadi tugas pemerintah, melainkan seluruh komponen warga negara
termasuk kita semua.
Opini Pendidikan Karakter Vs Hak Bermain Anak
Reviewed by Wirdha Listiani
on
Desember 08, 2019
Rating:
Tidak ada komentar: