Resume Kajian – Ngaji Jomblo (4)
Disampaikan oleh : Ustadz Felix Siauw
Channel Youtube : Felix Siauw (link channel youtube)
Ngaji Jomblo 16 – Sekilas Tentang
Pernikahan
Menikah adalah salah satu bagian dari ibadah-ibadah seorang muslim.
Dalam hal ini, memilih pasangan merupakan filter otomatis yang berlandaskan
pengetahuan dan tujuan pernikahan itu sendiri. Pasangan yang dipilih haruslah
yang mampu menunjang ibadah-ibadah kita setelah pernikahan nanti. Laki-laki
harus telah memiliki kemampuan untuk menjadi qowwam (pemimpin) bagi perempuan
sebagai salah satu tanda kesiapan diri untuk melangkah menuju pernikahan.
Berbagai kebutuhan rumah tangga akan menjadi kewajiban atau tanggungan
laki-laki, maka ia harus memiliki keinginan yang kuat untuk memberikan nafkah
bagi keluarganya. Sementara perempuan harus bisa menjadi sumber perbaikan
bersama kedepannya. Sudah diketahui bersama bahwa perempuan adalah madrasah
pertama bagi putera-puterinya kelak, maka ia haruslah telah memiliki bekal
pengetahuan yang memadai sebelum menikah nanti.
Hal yang akan diwarisi seorang perempuan pada anaknya adalah kecerdasannya,
maka perlu diperhatikan kecerdasan calon pasangan sebelum kemudian memilih
untuk mengkhitbahnya. Kecerdasan disini bukan hanya hal-hal yang terkait bidang
keilmuan yang dikuasai, melainkan juga kecerdasan dalam berkomunikasi, menjalin
relasi, dan kecerdasan-kecerdasan lainnya yang dirasa perlu untuk menunjang
tujuan pernikahan kita. Adapun hal yang akan diwarisi seorang laki-laki pada
anaknya adalah karakternya yang kuat, maka perlu memperhatikan karakter calon
pasangan sebelum kemudian memutuskan untuk menerima khitbahnya.
Ngaji Jomblo – Questions and
Answers (QnA)
1.
Q: Pertanyaan yang paling sering
muncul saat khitbah-ta’aruf?
A: Kepada laki-laki biasanya ditanyakan hal-hal
terkait pekerjaan, nilai-nilai agama, kemampuan mengayomi dan kondisi
keluarganya. Adapun kepada perempuan biasanya ditanyakan hal-hal seperti kesiapan
diri dan hal fisik lainnya (kesehatan, dll).
2.
Q: Bagaimana cara meminta kepastian
dalam proses pendekatan?
A: Tetap menjaga batas dalam setiap proses yang
dilakukan, melibatkan orangtua dalam komitmen-komitmen yang dibangun serta
memberi tenggat waktu yang jelas dan disepakati bersama.
3.
Q: Bagaimana menahan hati dari
seseorang?
A: Kendalikan dan hilangkan trigger yang mampu
mengingatkan kita kepadanya. Sibukkan diri dalam aktivitas positif yang menyita
perhatian kita sampai kita kemudian siap untuk menikahinya.
4.
Q: Bolehkah menikah dengan orang
yang berbeda manhaj?
A: Yang dimaksud dengan manhaj itu sendiri
adalah jalan. Adapun manhaj kita sebenarnya sama, yakni Ahlus sunnah wal jama’ah.
Kejama’ahan kita sama-sama bersumber pada Rasulullah, para sahabat, tabi’ –
tabi’in hingga kemudian sampai pada generasi sekarang yang diwakili oleh para
ulama. Perbedaan pandangan/pendapat yang sifatnya ikhtilaf dan masih bisa
ditolerir tidak akan menjadi masalah dalam memilih pasangan, asal tujuan akhir
kita tetap sama yaitu tetap melanjutkan dakwah kita kedepannya. Jika calon pasangan
tidak bisa menerima perbedaan ini maka kita lebih baik memilih mundur saja.
5.
Q: Bagaimana cara menuruti suami?
A: Cintai dulu Allah sebagai Rabb kita, jadikan
Ia sebagai cinta yang paling agung. Jika Allah sudah kita cintai, maka menaati
suami yang merupakan perintah dari Allah itu sendiri akan dengan serta merta
mengikuti dan dilaksanakan dengan ikhlas, sepenuh hatinya.
6.
Q: Bagaimana jika ada laki-laki
yang baik agamanya datang mengkhitbah namun kita tidak tertarik atau belum bisa
mencintainya?
A: Cinta itu akan hadir setelah menikah.
Seharusnya memang tidak ada perasaan “ngebet” atau ketertarikan berlebih
sebelum menjadi pasangan yang halal. Bukankah yang terpenting adalah untuk apa
kita menikah, bukan dengan siapanya. Kembalikan pada niat menikahnya.
7.
Q: Bagaimana dengan jodoh yang
tidak direstui oleh orangtua?
A: Jika telah dikomunikasikan dengan baik kepada
kedua orangtua tapi masih belum mendapatkan restu dan titik kesepakatan kedua
belah pihak, barangkali itu adalah sinyal dari Allah bahwa memang bukan
jodohnya. Ikhlaskan.
8.
Q: Apakah benar bahwa jodoh tidak
akan datang jika kita tidak berikhtiar?
A: Jodoh itu adalah perkara yang gaib, sama
halnya dengan rezeki. Allah yang mengatur rezeki kita. Kapan waktu yang tepat,
hanya Allah yang tahu. Kita hanya perlu berikhtiar dengan sebaik-baik usaha
mempersiapkannya. Jodoh akan datang ketika kita telah siap menyambutnya. Fokus
dalam perbaikan diri dan menambah tsaqafah kita terlebih dahulu.
9.
Q: Apa yang harus dilakukan
terhadap aib-aib yang dimiliki sebelum menikah?
A: Jika ada aib-aib yang telah Allah tutupi, sebaiknya tidak dibuka
lagi setelah menikah. Kecuali jika aib tersebut menyebabkan “kecacatan” akad,
misal terkait pernah tidaknya “berhubungan” dengan orang lain sebelumnya. Jika
calon pasangan mempertanyakan hal ini maka perlu dijawab dengan
keterusterangan, tapi jika calon pasangan bersedia menerima dengan segala
kekurangan maka tidak perlu diungkit lagi.
Tidak ada komentar: