Resume Kajian – Ngaji Jomblo (2)
Disampaikan oleh : Ustadz Felix Siauw
Channel Youtube : Felix Siauw (link channel youtube)
Ngaji Jomblo 6 – Bersiap Memulai
Menikah
Ada beberapa proses yang perlu dilalui atau dipersiapkan menjelang
keputusan untuk memulai suatu pernikahan. Proses pertama, seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, meluruskan niat dan tujuan pernikahan adalah landasan awal sebelum
melangkah dan mengeksekusikan pernikahan. Setelah meniatkan pernikahan sebagai
ibadah, langkah berikutnya ditentukan oleh kesiapan diri (ilmu, mental,
ekonomi, dll). Jika dirasa telah memiliki semua kesiapan ini, maka sangat
disarankan untuk bersegera menunaikan pernikahan untuk menghindari berbagai
fitnah yang mungkin menyambangi kedepannya. Akan tetapi jika masih belum
memiliki kesiapan yang memadai, maka sangat perlu diperhatikan untuk
menghilangkan berbagai trigger yang dapat memicu atau mendekatkan diri pada
perasaan-perasaan yang tidak semestinya bahkan memiliki kemungkinan menjatuhkan
diri pada berbagai kemaksiatan. Fokus menggali ilmu dan berkegiatan positif
lainnya agar tidak serta merta mengingat si dia (jika sudah memiliki
ketertarikan pada seseorang) setiap masa. Mempelajari lebih dalam tentang islam
secara sistematis dan menyeluruh agar memahami syari’at yang harus dikerjakan
sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.
Selanjutnya jika telah dirasa satu langkah lebih dekat dengan berbagai
persiapan yang harus dimiliki tadi, hendaknya kita mulai memilih suatu
komunitas positif dan memiliki guru ngaji/murobbi/musyrif/lainnya yang kemudian
diharapkan dapat mendampingi proses kita menuju pernikahan yang diharapkan.
Sembari kemudian menjalani seluruh prosesnya (ta’aruf-khitbah-menuju walimah),
kita juga senantiasa menambah kesiapan pada diri untuk bisa menjalani
pernikahan nantinya. Memastikan diri sudah mampu menyelesaikan berbagai
permasalahan dan kebutuhan diri sendiri terlebih dahulu agar nanti lebih siap
membantu pasangan dalam menyelesaikan permasalahan bersama kedepannya. Akan
sangat repot jika kita menikah dengan harapan agar ada yang membantu
menyelesaikan berbagai permasalahan kita. Hendaknya kita telah selesai terlebih
dahulu dengan segala urusan pribadi barulah mempersiapkan diri untuk
permasalahan-permasalahan baru berikutnya. Ingat, sebelumnya telah disebutkan
bahwa pernikahan itu sendiri adalah gerbang menuju permasalahan yang akan
dihadapi bersama pasangan nantinya.
Ngaji Jomblo 7 – Menikah Karena
Allah atau Modus Pacaran Syari’ah?
Membahas cinta dan perasaan-perasaan lain yang membersamainya tentu
tidak akan ada habisnya. Namun yang perlu dipahami oleh setiap kita adalah
bahwasanya tidak ada cinta yang lebih besar dibanding kecintaan Allah pada
hamba-Nya. Ia yang senantiasa mencukupkan rezeki setiap diri, Ia pula yang
telah memberi hidayah dan petunjuk-petunjuk pada setiap hati agar tidak
menyimpang dalam menunaikan tugas-tugasnya di Bumi. Kasih sayang Allah bahkan lebih
besar daripada kasih sayang kedua orangtua kita. Allah mencintai hamba-Nya
tanpa pamrih, tanpa harus memiliki alasan-alasan tertentu, berbeda dengan
perasaan cinta sesama hamba yang berorientasi pada keuntungan atau kebaikan
dari hubungan timbal balik yang terjalin. Maka sudah seyogyanya setiap kita
menjadikan Allah sebagai cinta tertinggi yang dimiliki, senatiasa memastikan
setiap aktivitas kita berlandaskan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mencintai Allah dimulai dengan proses mengenal lebih dalam tentang
Allah. Mengetahui sifat-Nya, memahami petunjuk-Nya, menjalankan aturan-Nya
serta menjauhi setiap larangan yang dapat mendatangkan kemurkaan-Nya. Begitu
pula dalam proses mencintai seorang hamba. Hendaknya kita mencintai seseorang
karena kedekatan dan kecintaannya kepada Allah serta kita meyakini bahwa ia
mampu menjadi partner terbaik untuk bersama-sama mencintai Allah dan menunaikan
segala perintah-Nya dalam berkeluarga. Mencintai dia karena Allah, bukan
mencintai Allah karena si dia. Mari luruskan kembali persepsi kita sehingga
tidak lagi ada kejadian dimana seseorang menjadikan Allah sebagai alasan untuk “menghalalkan”
kemaksiatan yang ia lakukan. Tidak ada pacaran syari’ah di dalam Islam, yang
ada hanyalah jalan atau proses menuju jenjang pernikahan yang senantiasa perlu
diperhatikan dan didampingi oleh mahram agar terhindar dari kemaksiatan maupun
perkhalwatan (berdua-duaan) antara kedua calon pasangan.
Ngaji Jomblo 8 – Filter Pilihan
Pola filter seseorang terhadap segala sesuatu yang ia hadapi biasanya
akan berlandaskan pada pola pikir yang telah terbentuk sebelumnya. Sangat
penting untuk kita memastikan informasi yang masuk ke otak kita adalah
informasi-informasi yang benar dan mengarahkan kepada kebaikan. Mulai dari
syari’at agama yang benar, karakteristik muslim/muslimah yang baik, hingga
tentang pola pergaulan dan kemasyarakatan (muamalah). Jika kita terbiasa
memasukkan informasi-informasi yang salah dan menjurus kepada kemaksiatan (baik
dari tontonan, lagu, maupun bacaan tentang romantisme semu belaka),
dikhawatirkan filter otomatis yang terbentuk di alam bawah sadar kita kemudian
mencondongkan kita kepada hal-hal yang serupa.
Dalam “filterisasi calon jodoh” hendaknya kita meletakkan kedekatan
kepada Allah sebagai filter awal untuk menyaring dan mengerucutkan
pilihan-pilihan kita kedepan. Fokus utamanya adalah Allah sebagai tujuan,
sedangkan latar belakang seperti ras, suku, bahkan organisasi yang pernah
mewarnai menjadi hal kesekian yang boleh dijadikan sebagai bahan pertimbangan.
Carilah kelebihan tertentu yang terdapat pada dirinya yang berorientasi pada
akhirat, yang dapat menunjang kedekatan keluarga kita menuju syurga dan
ridho-Nya. Jika sudah didapatkan kebaikan itu pada diri seseorang (calon
pasangan yang dimaksud) dan terasa ketaatan pada Allah di dalam dirinya, maka
kita diperkenankan untuk selanjutnya beristikharah agar Allah berikan
kecenderungan hati kepada pilihan terbaik di sisi-Nya. Istikharah dapat menjadi
sinyal yang membantu kita dalam memutuskan (jika ada beberapa pilihan) atau
memantapkan hati pada suatu pilihan yang diyakini akan membawa kita kepada kebaikan-kebaikan
di masa yang akan datang.
Ngaji Jomblo 9 – Melamar
(Khitbah)
Suatu panggung akan diberikan kepada mereka yang telah melakukan
berbagai persiapan. Panggung bernama pernikahan juga hanya akan diberikan
kepada orang-orang yang telah mempersiapkan dirinya dalam pementasan sepanjang
hayat mereka. Terkadang mungkin kita bertanya-tanya mengapa jodoh tidak kunjung
datang menyambangi kita. Bisa jadi dalam pandangan-Nya kita masih belum siap
untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Bisa jadi ada beberapa hal di dalam diri
kita yang masih perlu digali dan diselesaikan permasalahannya agar kelak lebih
siap untuk melewati kehidupan bersama pasangan. Allah adalah Rabb Yang Maha Mengetahui
setiap hal yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Allah akan hadirkan orang yang
tepat pada waktu yang tepat pula. Tugas kita hanyalah berlaku sebaik-baiknya
dalam setiap proses dan ikhtiarnya.
Dalam Q.S An-Nur pada ayat ke-26, Allah telah menegaskan bahwa
laki-laki yang baik pasti akan dipasangkan dengan perempuan yang baik, begitu
pula sebaliknya. Bagaimana kita kemudian mempersiapkan diri menuju ridho-Nya,
seperti itu pulalah keadaan seseorang yang kelak akan kita dapatkan sebagai
pasangan. Selain dari ikhtiar, hal yang perlu kita sadari adalah dalam
pernikahan setiap muslim/ah diberi kebebasan untuk memilih dan pilihan
masing-masing orang juga dapat berbeda sesuai dengan selera atau kebutuhannya.
Bisa jadi ada orang yang sama-sama baik agamanya dan melamar seorang wanita,
pilihannya tergantung keridhoan sang wanita yang bisa jadi juga disebabkan
ketertarikan pada hal-hal tertentu diluar kesholehannya. Hal ini dapat kita ambil
hikmahnya pada kisah Salman Al-Farisi yang melamar seorang gadis, ditemani oleh
Abu Darda sebagai “personal guarantee”nya. Namun yang sama-sama kita ketahui
selanjutnya justru Abu Dardalah yang dipilih sang gadis setelah sebelumnya
menolak pinangan Salman. Jadi, saat proses ta’aruf-khitbah tidak boleh baperan
terlebih dahulu.
Ngaji Jomblo 10 – Khitbah-Ta’aruf
Bukan Pacaran Syari’ah
Dalam proses menuju pernikahan, ada beberapa proses yang harus
dilewati. Beberapa ulama menyebutnya ta’aruf-khitbah, adapula yang menyebutkan
khitbah-ta’aruf. Ta’aruf bermakna proses saling mengenal antara kedua calon
yang disertai dengan latar belakang dan kondisi masing-masing keluarga. Khitbah
sendiri dapat diartikan sebagai ajakan, tawaran, permintaan seorang laki-laki
kepada seorang perempuan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Bagi
yang menerapkan ta’aruf terlebih dahulu, maka prosesnya dimulai ketika
masing-masing calon berkenalan dengan didampingi mahram, biasanya Ustadz/ah
yang telah menikah. Setelah proses perkenalan ini (boleh menggunakan CV
tertulis sebagai panduan), jika berkenan dan hendak melanjutkan prosesnya menuju
khitbah maka kemudian dilaksanakan pertemuan bersama keluarga keduanya dan
menyampaikan niat menuju jenjang pernikahan tersebut.
Adapun bagi yang menerapkan khitbah terlebih dahulu, prosesnya dimulai
ketika kita telah memilih seseorang dan menyampaikan niat baiknya disertai
dengan menunggu jawaban apakah bersedia menjalani prosesnya atau tidak (ingat, tidak
ada proses berdua-duaan). Jika bersedia, maka dilanjutkan dengan proses ta’aruf
bersama pihak keluarga yang biasanya juga didampingi oleh Ustadz-Ustadzhahnya hingga
kemudian sampai pada pembahasan persiapan akad nikahnya. Proses seperti ini bisa
dijalani oleh mereka yang telah memiliki ketertarikan sebelumnya, baik karena
akhlak maupun pengetahuan agama atau hal-hal lainnya yang dimiliki oleh
seseorang yang diharapkan bersedia menjadi calon pasangan. Contohnya pada
proses pernikahan Ustadz Felix dan Ummu Alila. Hal penting yang perlu diingat
adalah khitbah-ta’aruf ini bukanlah model pacaran syari’ah. Prosesnya memakan
waktu yang jelas dan tidak melakukan berbagai kemaksiatan. Jika belum memiliki
kesiapan, jangan melangkah ke tahap ini atau sekadar tag-tagan antara
ikhwan-akhwat. Fokus saja pada perbaikan diri terlebih dahulu.
Tidak ada komentar: